Penerapan Metode Inquiry Dalam Pendekatan Kontekstual Pada Mata Kuliah Perlindungan Hutan

15 04 2010

BAB I

PENDAHULUAN

  1. A. Latar Belakang

Dalam proses belajar, kita belajar : 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Dengan pendekatan kontekstual, dosen dapat mengoptmalkan semua potensi cara belajar mahasiswa (Magnesen dalam Deporter : 2004).

Dalam proses belajar mengajar, setiap mahasiswa harus didekatkan kepada berbagai masalah yang berkembang dalam masyarakat. Dengan mendekatkan kepada masalah sehari-hari, setiap mata kuliah akan semakin akrab dengan kehidupan mahasiswa. Jika demikian, proses belajar mengajar lebih menyenangkan, yang pada gilirannya membantu peserta didik untuk menerima mata pelajaran dengan baik, bahkan lebih aplikatif pada saat selesai belajar kelak.

Sebagai contoh dengan adanya kabut asap yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia terutama di Kalimantan barat mahasiswa kehutanan seharusnya dapat memberikan peran dalam menyelesaikan masalah ini serta masalah-masalah kehutanan lainnya. Setiap mahasiswa terutama mahasiswa Fakultas Kehutanan sudah memperoleh berbagai informasi mengenai kerusakan hutan yang terjadi, namuan tampaknya mereka belum mengetahui cara yang tepat untuk menyelamatkan hutan sesuai dengan kapasitas mereka. Perlindungan Hutan m,erupakan satu-satunya Mata Kuliah di Kahutanan yang bertujuan untuk memelihara hutan dalam ruang lingkup Konservasi.

Agar kesadaran mahasiswa terhadap lingkungan ini dapat lebih ditingkatkan serta potensi yang dimiliki mahasiswa dapat berkembang secara optimal, paradigma pembelajaran yang sedang berlangsung perlu disempurnakan, khususnya terkait dengan cara sajian pelajaran dan suasana pembelajaran. Disinilah pentingnya pembelajaran dengan penerapan metode inquiry dalam pendekatan kontekstual pada mata kuliah perlindungan hutan dimana mahasiswa dibekali dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari suatu konteks ke konteks lain.

  1. B. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang dapat di susun dalam karya tulis ini adalah :

  1. Seperti apa metode inquiry dalam mata kuliah perlindungan hutan?
  2. Bagaimana penerapan metode inquiry dalam mata kuliah perlindungan hutan?
  3. Keuntungan apa yang dapat di rasakan ketika metode inquiry dalam pendekatan kontekstual pada mata kuliah perlindungan hutan di terapkan di fakultas kehutanan?
  1. C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuaan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:

  1. Mengetahui seperti apa metode inquiry dalam mata kuliah perlindungan hutan
  2. Mengetahui bagaimana penerapan metode inquiry dalam mata kuliah perlindungan hutan
  3. Mengetahui keuntungan yang  dapat di rasakan ketika metode inquiry dalam pendekatan kontekstual pada mata kuliah perlindungan hutan di terapkan di Fakultas Kehutanan.
  1. D. Manfaat Penulisan

Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada semua pihak serta dosen-dosen tentang Penerapan Metode Inquiry Dalam Pendekatan Kontekstual Pada Mata Kuliah Perlindungan Hutan yang diharapkan dapat saling bekerjasama dalam usaha meningkatkan kualitas mahasiswanya sehingga menjadi lulusan yang “siap pakai” sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat bersaing di tingkat global.


BAB II

TELAAH PUSTAKA

  1. A. Pendekatan Kontekstual Dalam Proses Belajar Mengajar

Menurut Umaedi (2002) Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi mahasiswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.

Dalam konteks itu, mahasiswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan dosen sebagai pengarah dan pembimbing.

Dalam kelas kontekstual, tugas dosen adalah membantu mahasiswa mencapai tujuannya. Maksudnya, dosen lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas dosen mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (mahasiswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari ‘menemukan sendiri’, bukan dari ‘apa kata dosen’. Begitulah peran dosen di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain. Kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

Pembelajaran ini mempunyai enam unsur kunci seperti : pembelajaran bermakna, penerapan pengetahuan, berpikir tingkat yang lebih tinggi, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar, responsive terhadap budaya dan penilaian autentik (University of Washington, 2001).

Menurut Umaedi (2002) Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) memilki tujuh komponen utama, yaitu sebagai berikut :

  1. 1. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme (Constructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Manusia harus mengkonstuksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dengan dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, mahasiswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Mahasiswa menjadi pusat kegiatan, bukan dosen. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, strategi “memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak mahasiswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas dosen adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :

  1. a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi mahasiswa.
  2. b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapakan idenya sendiri.
  3. c. Menyadarkan mahasiswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

  1. 2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh mahasiswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

  1. 3. Bertanya (Questioning)

Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya ini tidak hanya Dosen terhadap mahasiswa, tetapi juga mahasiswa terhadap dosen dan terhadap teman sendiri. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegitan bertanya berguna untuk :

  1. a. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
  2. b. Mengecek pemahaman mahasiswa
  3. c. Membangkitkan respon kepada mahasiswa
  4. d. Mengetahui sejauh mana keingintahuan mahasiswa
  5. e. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui mahasiswa
  6. f. Menfokuskan perhatian mahasiswa pada sesuatu yang dikehendaki dosen.
  7. g. Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari mahasiswa
  8. h. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan mahasiswa.
  9. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antara teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.

Metode pembelajaran dengan teknik “learning communitty” sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam :

  1. a. Pembentukan kelompok kecil
  2. b. Pembentukan kelompok besar
  3. c. Mendatangkan ahli ke kelas (Tokoh, Olahragawan, Dokter, Perawat, Petani, Pengurus Organisasi, Polisi, Tukang Kayu dan sebagainya).
  4. d. Bekerja kelompok dengan kelas sederajat
  5. e. Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya
  6. f. Bekerja dengan masyarakat.
  7. 5. Permodelan (Modelling)

Pemodelan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru untuk memudahkan, memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris yang dapat diperoleh dari dosen, mahasiswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan.

  1. 6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang telah kita lakukan di masa lalu dan merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refisi merupakan respon kejadian terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterimanya.

Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa :

  1. a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya pada hari itu.
  2. b. Catatan atau jurnal di buku mahasiswa.
  3. c. Kesan dan saran mahasiswa mengenai pembelajaran hari itu.
  4. d. Diskusi.
  5. e. Hasil karya.
  6. 7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)

Di dalam buku Standar penilaian buku pelajaran sains mengatakan bahwa Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan mahasiswa pada saat proses pembelajaran yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar mahasiswa. Jadi, penilaian autentik adalah penilaian terhadap pengetahuan dan performansi yang diperoleh mahasiswa selama aktivitas pembelajaran berlangsung.

Menurut Griffin dan Nix dalam Wulandari (2005) Assesment adalah metode yang digunakan untuk menilai unjuk kerja mahasiswa yang berisi pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar mahasiswa. Gambaran perkembangan belajar mahasiswa perlu diketahui oleh dosen agar bisa memastikan bahwa mahasiswa mengalamai proses pembelajaran dengan benar.

Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu mahasiswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi mahasiswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh dosen adalah portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.

  1. Portofolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan mahasiswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Mahasiswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio juga memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi mahasiswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses mahasiswa sebagai pembelajar aktif. Sebagai contoh, mahasiswa diminta untuk melakukan survey mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.
  2. Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing mahasiswa. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa. Sebagai contoh, mahasiswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan mahasiswa.
  3. Dalam penilaian melalui demonstrasi, mahasiswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan mahasiswa. Sebagai contoh, mahasiswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan drama.
  4. Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis. Bentuk laporan tertulis dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, essai penelitian, essai singkat.

Karakteristik penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment), yaitu sebagai berikut :

  1. a. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
  2. b. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
  3. c. Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
  4. d. Berkesinambungan
  5. e. Terintegrasi
  6. f. Dapat digunakan sebagai Feed Back

Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa, antara lain :

  1. a. Proyek atau kegiatan dan laporannya
  2. b. Pekerjaan Rumah (PR)
  3. c. Kuis
  4. d. Karya siswa
  5. e. Presentasi atau penampilan siswa
  6. f. Demonstrasi
  7. g. Laporan
  8. h. Jurnal
  9. i. Hasil tes tulis
  10. j. Karya tulis
  11. B. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh mahasiswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Dalam proses belajar mengajar perlu memperhatikan siklus Inquiry, yaitu :

  1. 1. Observasi (Observation)
  2. 2. Bertanya (Questioning)
  3. 3. Mengajukan dugaan (Hipotesis)
  4. 4. Pengumpulan data (Data Gathering)
  5. 5. Penyimpulan (Conclussion)

Untuk menerapkannya Langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan dalam kegiatan menemukan (Inquiry) adalah sebagai berikut :

  1. 1. Merumuskan masalah
  2. 2. Mengamati atau melakukan observasi dengan membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung serta Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan sumber atau objek yang diamati.
  3. 3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya seperti usulan kepada Pemerintah tentang berbagai masalah di daerahnya.
  4. 4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru/dosen, atau audien yang lain.
    1. Karya siswa disampaikan teman sekelas atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukan
    2. Bertanya jawab dengan teman
    3. Memunculkan ide-ide baru
    4. Melakukan refleksi
    5. Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah, dsb.
  5. C. Ilmu Perlindungan Hutan

Hutan sebagai suatu ekosistem, seperti yang dikemukakan Odum   ( 1971 ),tidak hanya terdiri atas komunitas tumbuhan dan hewan semata, akan tetapi meliputi juga keseluruhan interaksinya dengan faktor tempat tumbuh dan lingkungan. Pembentukan perkembangan hutan alam teerjadi melalui suatu proses yang disebut suksesi.Kimmins ( 1997 ) menyebutkan bahwa dalam suksesi terjadi proses perubahan dan pergantian antar penyusun hutan dan perubahan faktor lingkungan yang terlibat. Dengan demikian akan terbentuk rangkaaian komunitas biotik secara berurutan, yang satu mengganti yang lainsesuai kondisi lingkungan yang terjadidan berkembang.

Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara dan intensitas yang sangat bervariasi, mulai dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi klimaks hutan sampai pada tindakan-tindakan yang menimbulkan peruubahan komposisi hutan yang sangat mencolok. Dewasa ini tidak sedikit hutan-hutan yang dikonversi menjadi hutan tanaman menggunakan satu jenis tanaman yang dikehendaki sehingga terbentuk populasi-populasi jenis tanaman tertentu yang cukup luas. Malthus (1798) dalam teori pertumbuhan populasimenyebutkan keikutsertaan peningkatan proses kerusakanoleh hama dan penyakit dalam setiap pertumbuhan populasi. Disebabkaan karena adaanya hubungan antara pertumbuhan populasi dengan penungkatan kerusakn tersebut, maka diperlukan upaya untuk mengurangi atau menghindarkai kerusakan yang merugikan dalam pemanfaataan hutan. Dengan demikian Perlindungan Hutan dari penyebab-penyebab kerusakan pada dasarnya dilakukan berdasarkan kepentingan manusia dalam memanfaatkan hutan.


BAB III

METODE PENULISAN

Penulisan karya tulis ini didasarkan pada metode telaah pustaka dari literatur yang sesuai dengan topik penulisan. Literatur-literatur yang digunakan merupakan literatur yang bersifat primer dan sekunder. Penulis mengumpulkan semua data dan uraiaan yang diperoleh dari pustaka-pustaka yang tersedia seperti publikasi-publikasi di media cetak dan internet.

Masalah yang menjadi dasar dalam penulisan ini muncul setelah melihat kelemahan sistem pendidikan formal yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreativitas dalam berfikir dan berkarya, sehingga dalam hal ini yang tercipta bukanlah masyarakat yang mampu mencetuskan gagasan baru melainkan masyarakat yang cenderung mengungkapkan suatu gagasan yang sudah ada.


BAB IV

PEMBAHASAN

  1. A. Metode Menemukan (inquiry) dalam mata kuliah Perlindungan Hutan

Inquiry (menemukan) adalah bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh mahasiswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. dosen harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan tersebut, apapun materi yang diajarkannya, terutama pada mata kuliah Perlindungan Hutan.

Dengan menggunakan metode inquiry dalam mata kuliah perlindungan hutan, maka mahasiswa dapat belajar dengan baik karena dengan metode tersebut mahasiswa dapat belajar secara langsung dan aktif tanpa ada yang bergantung pada orang lain atau teman. Mahasiswa akan menemukan suatu masalah dan membuat solusi sendiri dengan permasalahan yang ada. Dosen berperan sangat penting, dimana dosen sebagai fasilitator dalam mata kuliah tersebut dan tidak akan ada lagi dosen yang hanya berceramah di depan kelas sehingga membuat aktifitas perkuliahan membosankan.

  1. B. Penerapan Metode Menemukan (inquiry) dalam mata kuliah Perlindungan Hutan

Dalam pembelajaran kontekstual, dosen harus merancang rencana kegiatan kelas yang dibuat dalam rencana perkuliahan, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama mahasiswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam rencana tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah pembelajaran dan authentic assessment-nya.

Atas dasar itu, dalam penyusunan rencana perkuliahan dengan metode inquiry yang berbasis kontekstual pada mata kuliah Perlindungan Hutan perlu memperhatikan hal-hal berikut :

  1. 1. Menyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan mahasiswa yang merupaka gabungan antar Kompetensi Dasar, Materi Pokok dan Indikator Pencapaian Hasil Belajar (IPHB).
  2. 2. Menyatakan tujuan dalam perkuliahan
  3. 3. Menentukan metode pembelajaran yang tepat (7 komponen utama dalam  pendekatan kontekstual /Contextual Teaching and Learning).
  4. 4. Merinci media yang dapat mendukung kegiatan belajar mengajar.
  5. 5. Membuat skenario tahap demi tahap kegiatan Mahasiswa.
  6. 6. Menyatakan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), yaitu dengan data apa mahasiswa dapat diukur interaksinya dalam proses belajar mengajar.

  1. C. Keuntungan Metode Menemukan (inquiry) dalam mata kuliah Perlindungan Hutan

Dengan menggunakan metode menemukan (inquiry) dalam mata kuliah perlindungan hutan, keuntungan yang dapat dirasakan antara lain :

  1. 1. Belajar akan lebih bermakna, karena mahasiswa mengalami apa yang dipelajarinya,
  2. 2. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah (Mahasiswa bekerja dan mengalami).
  3. 3. Mempermudah dosen, karena peranan dosen di kelas memfasilitasi mahasiswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri.
  4. 4. Hasil dari karya tulis yang telah dibuat oleh mahasiswa dapat dikirim pada lomba karya tulis.


BAB V

PENUTUP

  1. A. Kesimpulan

Mahasiswa yang merupakan orang dewasa lebih menyukai proses belajar mengajar yang bebas, tidak menyukai hafalan dan lebih senang belajar memecahkan masalah Penerapan Metode inquiry dalam pendekatan kontekstual sangat tepat diterapkan pada mata kuliah Perlindungan Hutan, karena metode ini lebih berorientasi kepada pemahaman yang lebih di dekatkan dengan lingkungan mahasiswa itu sendiri yang dapat berbentuk pembelajaran berbasis masalah ( Problem basic learning). Untuk menerapkan metode inquiry dalam pendekatan kontekstual ini dosen harus membuat Rencana perkuliahan yang berisi tenteng skenario tahp demi tahap yentang apa yang akan dilakukan bersama mahasiswanya sehubungan dengan topik yang akaan dipelajarinya.

  1. B. Saran

Untuk menerapkan metode inquiry dalam pendekatan kontekstual pada mata kuliah Perlindungan Hutan, sejumlah komponen perlu terlibat dan memberikan perannya masing-masing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:

  1. 1. visi dan misi perguruan tinggi yang berorientasi kualitas mahasiswa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
  2. 2. Melibatkan perwakilan mahasiswa untuk memberikan saran dalam menyusun Rencana Perkuliahan, agar skenario yang dibuat dosen mendapat tanggapan baik dari mahasiswa.


DAFTAR PUSTAKA

DePorter, B dkk. 2004. Quantum Teaching, Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Kaifa. Bandung.

Sumardi dan Widyastuti, S.M. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Umaedi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta.

https://erizco.wordpress.com


Aksi

Information

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.